Pages

Thursday 20 June 2013

A Photon’s Universe

 

 

 

Special relativity gives us the famous formula that tells us energy can be equated to mass: e=mc^2, where e is energy, m is an object’s mass, and c is the speed of light in a vacuum—the maximum speed limit of the universe. Basically, this simple equation tells us that the faster an object travels, the more massive it becomes. As is approaches the speed of light, an object becomes more and more massive and so more and more energy is required to keep it in motion—which is why it’s impossible for anything with mass to reach the speed of light. Only the particles that carry light, photons, can travel at the speed of light—because they’re massless. Special relativity also tells us that time is relative to the observer. If Person A is standing still and observing Person B run a race, the time that elapses between the start and finish isn’t the same for both of them—time depends on the relative speeds of their reference frames. The faster you travel, the slower time goes for you—if you’re holding a clock, it will tick slower. The closer you are to the speed of light, the slower time ticks, and when you’re actually travelling at the speed of light, time won’t pass at all. Photons, therefore, don’t experience time. To us, light travel extremely fast, but it still takes time for it to travel (299,792,458 m/s)—but that’s relative to our reference frame; our place as an observer. To photons, they leave one place and arrive at their destination in the exact same instant. To photons, the universe begins and ends at the same time.

Saturday 15 June 2013

Resiko Seorang Astronot

Tahun 1988 hingga 1999 ada enam astronot yang tinggal dan bekerja di ruang angkasa. Mereka tinggal di stasiun ruang angkasa Rusia, MIR.

Sekarang laporan kesehatan mereka baru dirilis karena para astronot meminta penundaan sepuluh tahun sebelum publik tahu. Dan sekarang kita tahu masalahnya, apa akibat nyata dari hidup di luar angkasa.
Sebelum ke luar angkasa, para astronot tentunya mengikuti tes kesehatan. Tes ini penting untuk memeriksa bagaimana kondisi sebelum, selama dan sesudah misi antariksa.  Hanya orang yang super sehat yang boleh menjadi astronot. Berikut apa saja hasil tes kesehatan mereka selama dalam  misi.
Selama tujuh misi yang berlangsung dari 14 hingga 189 hari, hanya ada sedikit masalah kesehatan yang dialami para astronot. Itu selama di luar angkasa. Biasalah, seperti yang kita rasakan, sakit kepala, insomnia atau sembelit. Masalah biasa dan sebelum berangkat mereka sudah dibekali segala jenis obat.


Sekarang mereka pulang. Bagaimana kesehatan mereka saat hidup kembali di bumi?
Bahkan walaupun saat berangkat para astronot adalah orang yang super sehat, saat pulang? Well, tubuh mereka sudah beradaptasi dengan kondisi tanpa berat. Di ruang angkasa pengaruh gravitasi bumi begitu kecil sehingga praktis mereka tidak bermasalah dengan berat. Saat mereka pulang, sistem tubuh mereka mengalami kejutan. Shock!
Jantung sudah beradaptasi dengan gravitasi rendah, ia tidak bekerja keras untuk memompa darah ke kepala. Akibatnya tingkat hemoglobin dan tekanan darah mereka rendah. Dan begitu keluar dari kapal untuk menginjakkan kaki di bumi mereka bisa kesulitan berdiri. Kalaupun berdiri mereka akan sempoyongan dan bahkan pingsan.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah dampak gravitasi mikro pada tulang dan otot. Secara normal mereka menopang berat tubuh. Di ruang angkasa, mereka cenderung meluruh karena tidak ada beban tanggungan. Untuk mencegahnya, astronot harus latihan di treadmills dan sepeda statis saat di ruang angkasa. Walaupun begitu, tetap saja mereka kehilangan sekitar 2 persen massa tulangnya setiap bulan!
Logo Misi Apollo
Hal yang sama juga dirasakan oleh astronot dari ISS. Otot mereka memiliki kekuatan 30% hingga 40% di bawah kekuatan otot normal. Setara dengan kakek-kakek berusia 80 tahun!
Ini mengapa kita sampai sekarang belum mengirim orang ke Mars. Ke Bulan sih bisa, misi Apollo 11 (http://www.faktailmiah.com/2010/08/30/neil-armstrong-pernah-mendarat-di-bulan.html) misalnya, hanya memakan waktu 8 hari pulang pergi (termasuk 21 jam 36 menit di permukaan bulan). Ingat gravitasi bulan hanya seperenam bumi.  Tapi kalau ke Mars, dengan teknologi sekarang waktu perginya saja perlu 9 bulan. Katakanlah ia sehari saja di Mars, pulang lagi perlu 9 bulan, jadinya 1 tahun setengah. Tapi mereka mungkin akan lama di Mars. Masalahnya, bahkan saat berada dalam gravitasi Mars, yang 38% bumi, (2.2 kali lipat bulan) para astronot akan terlalu lemah untuk bekerja dan bisa pingsan dan patah tulang.
Gimana orang biasa mau pergi ke planet lain coba, kalau astronot saja jadi bakal seperti kakek-kakek gitu kekuatannya? Ada teknik sih disarankan para ilmuan. Mulai dari penggunaan pemutar sentrifugal raksasa untuk meniru efek gravitasi hingga pengembangan sebuah pil yang dapat memblokade lenyapnya massa tulang dan otot. Tapi ada juga yang bilang, kalau gitu olahraga saja yang lebih keras lagi. Dan satu lagi masalah bagi astronot, mereka cenderung kehilangan nafsu makan. Bayangkan saja, tiap hari makanannya hanya pasta doang. Yup, makanan astronot hanya berbentuk odol. Walaupun rasanya macem-macem. Hal ini agar dapat dicerna tubuh. Seperti orang yang gak punya gigi gitu, tapi masih mending ga punya gigi, masih bisa makan nasi biarpun hanya ditelan. Usus astronot tidak bakal mampu mencerna nasi. Makan pasta terus tentu membuat selera makan lenyap dan ini juga yang membuat mereka tambah lemah. Saat ini para ilmuan sedang mengembangkan makanan pasta yang super kaya dengan protein untuk astronot, jadi biarpun hanya makan sedikit, kebutuhan gizi untuk regenerasi otot mereka mereka mencukupi.
Ini juga mengapa menjadi astronot bukanlah hal yang gampang. Proses seleksinya gila-gilaan. Saat seleksi astronot untuk stasiun ruang angkasa MIR tahun 1988 hingga 1999, ada 1065 kandidat dari seluruh Eropa. Kandidat ini bukan kepengen sendiri loh, tapi dicalonkan oleh masing-masing pihak yang terlibat. Dari 1065 orang ini, akan diseleksi 13 orang saja. Cara seleksinya? Sebagian besar gugur saat tes akademik dan profesional serta sejumlah besar  tes kesehatan. Kedengarannya biasa saja, tapi itu baru tes pertama dan disini sudah gugur 793 orang.
Kandidat yang tersisa diuji lagi kesehatan fisik dan jiwanya. Pandangan dan pendengaran harus tajam dan ukuran tubuhnya harus pas dengan kapsul Soyuz yang sempit dan akan mengantarkan mereka ke Mir. Mereka harus tahan dalam kondisi terbalik sambil diputar dengan kecepatan 30 putaran per menit. Yang mabok? Out!


Bumi dilihat dari bulan
Kandidat lalu diletakkan dalam mesin pemutar sentrifugal dan diputar hingga 8 kali kekuatan gravitasi bumi selama 30 detik. Pingsan? Out!
Sisanya disuruh duduk di sebuah kamar yang kondisinya sama dengan berada pada ketinggian 10 ribu meter. Lalu kamar mesin ini dikondisikan seperti membawa orang ke permukaan bumi hanya dalam waktu 30 detik! Itu artinya sama dengan naik kendaraan berkecepatan 1200 km/jam. Pingsan? Out!
Sisanya disuruh lari sesuai dengan usianya. Kalau usianya 40 tahun, ia harus lari 1 kilometer dalam waktu maksimal 4 menit 10 detik, dan harus lari cepat (sprint) menempuh 100 meter dengan waktu maksimal 16.8 detik. Gak mampu? Out!
Di final mereka akan di wawancarai oleh para manajer antariksa Eropa. Dan disinilah mereka akan ditentukan siapa pemenangnya.
Setelah terpilih, mereka belum tentu pasti berangkat. Mereka harus ikut program latihan dasar. Setelah program selesai, mereka dikirim ke fasilitas Star City di dekat Moscow. Disini mereka harus ikut program latihan khusus misi. Calon astronot tinggal di fasilitas selama berbulan-bulan dan mengikuti berbagai pemeriksaan kesehatan. Dan akhirnya, dua atau tiga minggu sebelum hari peluncuran, mereka dikarantina total untuk menghindari infeksi apapun. Barulah pada hari H mereka nongol, berpakaian keren dan siap berangkat ke luar angkasa dan mengabdikan diri bagi sains dan negara dengan resiko mendadak jadi kakek-kakek berusia 80 tahun.
Tertarik?
Referensi silang
  1. ClĂ©ment, G.; Hamilton, D.; Davenport, L.; Comet, B. 2010. Medical survey of European astronauts during Mir missions. Advances in Space Research, Volume 46, Issue 7, p. 831-839.
  2. Compton, W.D. 1989. Where No Man Has Gone Before: A History of Apollo Lunar Exploration Missions, NASA SP-4214 in the NASA History Series.
  3. Fitts, R.H., Trappe, S.W., Costill, D.L., Gallagher, P.M., Creer, A.C., Colloton, P.A., Peters, J.R., Romatowski, J.G., Bain, J.L., Riley, D.A. 2010. Prolonged Space Flight-Induced Alterations in the Structure and Function of Human Skeletal Muscle Fibres J Physiol
  4. Marchant, J. 2010. Space trips make us Weak at the Knees.  New Scientist, 28 August 2010, pp.8-9
Tidak ada itu yang disebut dengan sekolah/universitas paling keren, fakultas paling elit, jurusan paling hebat. Kalaupun ada, biarin saja orang lain sibuk membangga2kannya, membicarakannya.

Bagi kita, yang membuat keren, elit atau hebat proses belajar itu adalah kita sendiri. Lakukan yang terbaik, terus belajar sungguh2, mencintai prosesnya, maka semua akan dengan sendirinya keren, elit dan hebat. Jadi jangan cemas memilih pendidikan masa depan.
Berangkatlah melakukan perjalanan. Tengok banyak sudut dunia--meskipun dunia ini bulat, jadi tdk ada sudutnya. Datangi banyak tempat, pelajari banyak hal. Kita kadang salah paham dalam banyak, simply karena kita tidak mengerti. Kita tidak tahu betapa indahnya sesuatu, simply karena kita tidak mengenalnya dengan baik. Sesuatu yang istimewa itu boleh jadi datang dari hal-hal penuh misteri. Dan kalau saya boleh bergurau, peperangan dunia ini bisa berkurang banyak jika orang saling mengenal dengan baik.

Berangkatlah! Jangan menatap dunia dari jendela itu2 saja. Jika punya keterbatasan, lakukan dalam skala terbatas. Menyisir kota, kampung tempat tinggal sendiri juga perjalanan melihat dunia. Kita tidak bicara soal jumlah, jauh, seberapa banyak, kita bicara tentang melihat dunia. Maka semoga itu bisa mencerahkan.
  
                                                                                                                                           ~ Darwis Tere Liye ~

I know this is probably a really dumb question, but why do people cry when they cut up onions?

There are no dumb questions on this blog, my friend! I’ll bet a bunch of people are currently reading this thinking MAN I’D REALLY LIKE TO KNOW THAT TOO.
So, let’s talk CHEMISTRY. When onions are grown, they absorb sulfur from the earth, which creates a kind of volatile, organic molecule called amino acid sulfoxides. These form sulfenic acids in the onion cells, and they’re kept separate from enzymes (complex proteins that cause chemical changes). By cutting an onion, you’re actually breaking its cells—so enzymes are now free to mix with the acids. Together they form a sulfur gas called propanethiol S-oxide, and this wafts right up towards your eyes without mercy.
When it reaches them, the gas reacts with the water in your eyes and forms a mild sulfuric acid, which is what causes the REALLY irritating pain. As a defence mechanism, you reflexively tear up to wash the irritant away.
So when you cry, it’s not due to being emotional about cooking, it’s because you have SULFURIC ACID IN YOUR EYES.
That’s pretty badass.

Komputasi kuantum lebih dekat dari sebelumnya : Ilmuwan menggunakan laser untuk mendinginkan dan mengontrol molekul

Sebuah metode baru untuk pendinginan laser bisa membantu membuka jalan untuk menggunakan molekul individu sebagai bit informasi dalam komputasi kuantum. (Kredit: iStockphoto / Brian Adducci)

Pernah menonton film James Bond? dimana goldfinger mengucapkan “Tidak, Mr. Bond, saya mengharapkan kamu untuk mati” dimana laser diarahkan kepada James Bond dan nyaris memotongnya menjadi setengah, laser telah dianggap sebagai sinar-panas-putih dari energi yang sangat terfokus yang mampu membakar apapun yang dilewatinya.
Sekarang, tim fisikawan Yale telah menggunakan laser secara menyeluruh untuk tujuan berbeda, menggunakannya untuk mendinginkan molekul ke suhu nol mutlak, sekitar -460 derajat Fahrenheit. Metode baru pendinginan menggunakan laser mereka ini, dijelaskan dalam edisi online jurnal Nature, merupakan langkah yang signifikan menuju tujuan akhir dari penggunaan individu molekul sebagai bits informasi pada komputasi kuantum.
Saat ini, Ilmuwan menggunakan atom individual maupun “atom buatan” sebagai qubit (singakatan dari quantum bits), dalam upaya untuk mengembangkan prosesor kuantum. Tapi, atom secara individu tidak berkomunikasi kuat satu sama lain seperti yang dibutuhkan untuk qubits. Di sisi lain, atom buatan — yang sebenarnya adalah perangkat sirkuit terdiri dari miliaran atom yang dirancang untuk berperilaku seperti atom tunggal – berkomunikasi secara kuat dengan satu sama lainnya, tetapi begitu banyak kecenderungan interfensi dari dunia luar. Molekul, bagaimanapun juga adalah jalan tengah yang ideal.
“Ini semacam masalah Goldilock.” kata fisikawan Yale, David DeMile, yang memimpin penelitian. “Atom buatan mungkin ternyata sangat besar dan atom secara individu mungkin ternyata terlalu kecil, tetapi molekul terbuat dari beberapa atom yang berbeda bisa saja pas”
Untuk menggunakan molekul sebagai kubit / qubit (quantum bit), fisikawan pertama-tama harus dapat mengendalikan dan memanipulasi nya (sangat sulit dilakukan), sebagai molekul secara umum tidak dapat diambil atau dipindahkan tanpa menganggu sifat kuantum mereka. Selain itu, bahkan pada suhu kamar, molekul memiliki banyak energi kinetik, yang menyebabkan mereka bergerak, berotasi, dan bergetar.
Untuk mengatasi masalah tersebut, tim Yale mendorong molekul menggunakan sentakan halus yang dihantarkan oleh aliran foton, atau partikel cahaya, yang dipancarkan oleh sebuah laser. Dengan menggunakan sinar laser untuk menabrak molekul dari arah berlawanan, mereka mampu mengurangi kecepatan acak dari molekul. Teknik ini dikenal sebagai “laser cooling” karena suhu merupakan ukuran langsung dari kecepatan pada gerak dari kelompok molekul. Mengurangi gerak molekul hampir ke tanpa gerak itu setara dengan mengendalikan suhu mereka ke suhu nol mutlak.
Sementara para ilmuwan sebelumnya telah mampu mendinginkan atom secara individu dengan menggunakan laser, penemuan oleh tim Yale merupakan pertama kalinya bahwa laser baru saja berhasil mendinginkan molekul, yang membuat tantangan unik baru yaitu karena struktur mereka yang lebih kompleks
Tim ini menggunakan molekul strontium monofluoride pada percobaan mereka, tetapi DeMille percaya bahwa tenik ini juga dapat dibuktikan secara sukses terhadap molekul lainnya. Di luar aplikasi komputasi kuantum, pendinginan molekul oleh laser mempunyai aplikasi potensial dalam bidang kimia, dimana dekat suhu nol mutlak bisa menginduksi reaksi yang saat ini tidak bisa diakses melalui proses mekanika kuantum atau dikenal sebagai “quantum tunelling”. DeMille juga berharap untuk menggunakan laser pendingin untuk memeplajari fisika partikel, dimana pengukuran yang tepat dari struktur molekul dapat memberikan petunjuk untuk kemungkinan adanya keberadaan yang luar biasa, yaitu partikel yang belum ditemukan.
“Laser pendingin atom telah diciptakan sebagai revolusi ilmiah yang benar. Sekarang digunakan di berbagai bidang dari yang paling dasar seperti kondensasi Bose-Einstein, sampai ke perangkat yang mempunyai dampak terhadap dunia nyata seperti jam atom dan instrumen navigasi” kata DeMille. “Perluasan tehnik ini terhadap molekul menjanjikan berbagai aplikasi baru yang menarik dari penggunaan  ilmu pengetahuan dan tekhnologi”
penulis lain Paper termasuk Edward Shuman dan John Barry (keduanya dari Universitas Yale)
Referensi :
  1. Yale University (2010, September 21). Quantum computing closer than ever: Scientists using lasers to cool and control molecules. ScienceDaily. Retrieved September 22, 2010, from http://www.sciencedaily.com­ /releases/2010/09/100921171349.htm
  2. E. S. Shuman, J. F. Barry, D. DeMille. Laser cooling of a diatomic molecule. Nature, 2010; DOI: 10.1038/nature09443

Tuesday 11 June 2013


"What is Dark Matter?"



        Segala sesuatu yang kita bisa lihat dan sentuh hanya membuat naik sekitar 5% dari alam semesta teramati, dan sisanya terdiri dari 70% energi gelap dan 25% materi gelap. Materi gelap adalah suatu bentuk hipotesis dari materi yang tidak memancarkan atau menyerap cahaya, panas atau energi, jadi kita tidak bisa "melihat" dalam cara yang normal-tapi kita bisa mendeteksi keberadaannya oleh interaksi gravitasi dengan materi yang terlihat. Pada 1930, para ilmuwan mengamati bahwa galaksi berputar lebih cepat daripada semestinya. Mereka harus telah terlempar terpisah, karena mereka tampaknya tidak memiliki cukup materi untuk menghasilkan tarikan gravitasi yang diperlukan untuk terus bersama-sama, sehingga para ilmuwan menyimpulkan bahwa harus ada jumlah besar massa tak terlihat. Kami juga dapat mendeteksi melalui efek gravitasi lensa, yang merupakan proses cahaya yang dibengkokkan dan terdistorsi oleh materi. Gambar di atas menunjukkan distribusi materi gelap di pusat galaksi cluster yang Abell 1689, 2,2 miliar tahun cahaya dari Bumi. Cahaya dari galaksi belakang Abell 1689 terdistorsi oleh materi gelap dalam cluster-itu seperti melihat sebuah shell di dasar laut, terdistorsi oleh riak di permukaan. Hingga sekarang belum tahu apa materi gelap terbuat dari apa, tetapi ada dua hipotesis populer: (MAssive Compact Halo Objects) atau WIMPs (Weakly Interacting Massive Particles), tipe yang sama sekali baru dibuat materi partikel dasar yg eksotis.